TUGAS
MAKALAH
ISLAM DAN
PERSOALAN KONTEMPORER
ISLAM DAN
KESETARAAN GENDER
Dosen
Pembimbing : Drs. Ahmad Thib Raya, M.A.
Disusun
Oleh :
Fahmi
Yazid
Khairina
Umami
Siti
Laila Khairani
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
I.
PENDAHULUAN
Diantara
114 surat yang terkandung di dalam Al-Qur’an terdapat satu surat yang didedikasikan untuk perempuan secara khusus. Memuat
dengan lengkap hak asasi perempuan
dan aturan-aturan yang mengatur bagaimana seharusnya perempuan berlaku di dalam
lembaga pernikahan, keluarga dan sektor kehidupan. Surat ini dikenal dengan surat
An-nisa’, dan tidak satupun surat secara khusus ditujukan kepada kaum
laki-laki. Lebih jauh lagi, Islam datang sebagai revolusi yang mengeliminasi
diskriminasi kaum Jahiliyah atas perempuan dengan pemberian hak warisan,
menegaskan persamaan status dan hak dengan
laki-laki, pelarangan nikah tanpa jaminan hukum bagi perempuan dan mengeluarkan aturan pernikahan yang mengangkat
derajat perempuan masa itu dan perceraian yang manusiawi.
Al-Qur’an secara umum dan dalam banyak ayatnya
telah membicarakan relasi gender, hubungan antara laki-laki dan perempuan, hak-hak
mereka dalam konsepsi yang rapi, indah dan bersifat adil. Al Qur’an yang
diturunkan sebagai petunjuk manusia, tentunya pembicaraannya tidaklah terlalu
jauh dengan keadaan dan kondisi lingkungan dan masyrakat pada waktu itu.
Seperti apa yang disebutkan di dalam Q.s. An-Nisa’, yang memandang perempuan
sebagai makhluk yang mulia dan harus dihormati. Maka pada ayat pertama
surat An-Nisa’ kita dapatkan bahwa Allah telah menyamakan kedudukan laki-laki
dan perempuan sebagai hamba dan makhluk Allah, yang masing-masing jika beramal
sholeh pasti akan diberi pahala sesuai dengan amalnya. Kedua-duanya tercipta
dari jiwa yang satu ( nafsun wahidah ), yang mengisyaratkan
bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya. Semuanya di bawah pengawasan Allah
serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya ( ittaqu robbakum ).
Kesetaraan yang telah diakui oleh Al Qur’an tersebut, bukan berarti harus sama
antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal. Untuk menjaga kesimbangan alam
( sunnatu tadafu’ ), harus ada sesuatu yang berbeda, yang masing-masing
mempunyai fungsi dan tugas tersendiri.
KESETARAAN
GENDER DALAM ISLAM
Islam hadir di dunia tidak lain kecuali untuk
membebaskan manusia dari berbagai bentuk ketidakadilan. Jika ada norma yang
dijadikan pegangan oleh masyarakat, tetapi tidak sejalan dengan prinsip-prinsip
keadilan, norma itu harus ditolak. Demikian pula bila terjadi berbagai bentuk
ketidakadilan terhadap perempuan. Bila ditelaah lebih dalam sebenarnya tidak
ada satu pun teks baik al-qur’an maupun hadis yang memberi peluang untuk
memperlakukan perempuan secara semena-mena.
Al-Qur’an mengakui adanya perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, tetapi perbedaan tersebut bukanlah pembedaan yang menguntungkan satu
pihak lainnya. Islam menempatkan perempuan pada
posisi yang sama dengan laki-laki.
Kesamaan tersebut dapat dilihat dari tiga hal :
1. Hakikat kemanusiaannya.
2. Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan
perempuan mendapat pahala yang sama atas amal yang dibuatnya atau pun
sebaliknya.
3. Islam tidak mentolelir adanya perbedaan
dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.
Ternyata pada masa Rasul sudah ada praktek
kesetaraan gender itu sendiri. Rasullah adalah suri tauladan yang tiada
bandingan nya, pribadi yang sangat agung, kasihnya dapat memberi kedamaian dan
ketentraman di antara umat manusia. Betapa kita sangat mengenal Khadijah
sebagai seorang saudagar perempuan yang sumbangan finansialnya sangat penting
bagi tegaknya dakwah islam. Bisa dikatakan bahwa kala itu Khadijah berperan
sebagai pencari nafkah utama, karena berbagai kesibukan dakwah Nabi.
Kisah ini sekaligus menandakan bahwa pada masa Nabi
perempuan dapat bekerja dan mengembangkan inisiatifnya. Menjadi tidak dapat
dipahami bila sekarang muncul suatu pandangan dari sebagian kalangan, bahwa
islam tidak memberikan tempat bagi perempuan bekerja, hanya karena keterkaitan
dengan suami. Dalam kehidupan perkawinan Rasul dengan Khadijah, Khadijah yang
berperan besar dalam masalah ekonomi keluarga. Hal tersebut dibenarkan oleh
islam, karena alasan kerja sama dan sikap saling berbagi tanggung jawab.
Sebagaimana Allah berfirman di dalam al-Qur’an :
انَى
لا اضيع عمل عمل منكم من ذكر او انثى بعضكم من بعض
"... sesungguhnya
aku tidak akan menyia-nyiakan amalan orang-orang yang beramal di antara kamu,
laki-laki dan perempuan. Sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain ...”
(Al-Qur’an Ali Imran /3 : 195)
II. PEMBAHASAN
·
Kesetaraan
Gender
Gender artinya suatu
konsep, rancangan atau nilai yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang
membedakan fungsi serta peran perempuan dan laki-laki dikarenakan perbedaan
biologis atau kodrat, yang oleh masyarakat kemudian dibakukan menjadi ’budaya’
dan seakan tidak lagi bisa ditawar, ini yang tepat bagi laki-laki dan itu yang
tepat bagi perempuan. Apalagi kemudian dikuatkan oleh nilai ideologi,
hukum, politik, ekonomi, dan sebagainya. Atau dengan kata lain, gender
adalah nilai yang dikonstruksi oleh masyarakat setempat yang telah mengakar
dalam bawah sadar kita seakan mutlak dan tidak bisa lagi diganti. Jadi,
kesetaraan gender adalah suatu keadaan dimana perempuan dan laki-laki sama-sama
menikmati status, kondisi, atau kedudukan yang setara, sehingga terwujud secara
penuh hak-hak dan potensinya bagi pembangunan di segala aspek kehidupan
berkeluarga, berbangsa dan bernegara. Islam mengamanahkan manusia untuk
memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian, keselarasan, keutuhan, baik sesama
umat manusia maupun dengan lingkungan alamnya. Konsep relasi gender dalam Islam
lebih dari sekedar mengatur keadilan gender dalam masyrakat, tetapi secara
teologis dan teleologis mengatur pola relasi mikrokosmos (manusia),
makrosrosmos (alam), dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat menjalankan
fungsinya sebagai khalifah, dan hanya khalifah sukses yang dapat mencapai
derajat abid sesungguhnya. Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang
mengacu kepada ayat-ayat (al-Qur’an) substantif yang sekaligus menjadi tujuan
umum syari’ah (maqashid al-syariah), antara lain mewujudkan keadilan dan kebajikan.
·
Perbedaan
antara Gender dan Jenis Kelamin
Menurut
bahasa, kata gender diartikan sebagai kelompok kata yang
mempunyai sifat, maskulin, feminin, atau
tanpa keduanya (netral). Dapat dipahami bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan juga bukan kodrat Tuhan.
Konsep gender sendiri harus dibedakan
antara kata gender jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan adalah kodrat
Tuhan karena secara permanen tidak berubah dan merupakan
ketentuan biologis. Sedangkan gender adalah perbedaaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan yang secara
sosial dibentuk. Perbedaan yang bukan kodrat ini diciptakan melalui proses
sosial dan budaya yang panjang. Misalnya seperti apa yang telah kita
ketahui bahwa perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, emosional, dan keibuan sehingga biasa disebut
bersifat feminin. Sementara laki-laki dianggap
kuat, rasional, jantan dan perkasa dan disebut bersifat maskulin. Pada hakikatnya ciri dan sifat itu sendiri merupakan
sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya, ada laki-laki yang
memiliki sifat emosional dan lemah lembut. Dan sebaliknya, ada pula wanita yang kuat, rasional dan perkasa.
Oleh karena itu, gender dapat berubah dari individu ke individu yang lain, dari
waktu ke waktu, dari tempat ke tempat, bahkan dari kelas sosial yang satu ke kelas sosial yang lain. Sementara jenis
kelamin yang biologis akan tetap dan tidak berubah.
Gender
tidak bersifat biologis, melainkan dikontruksikan secara sosial. Karena gender
tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari melalui sosialisasi, oleh sebab
itu, gender dapat berubah. Islam adalah agama keTuhanan sekaligus agama kemanusiaan
dan kemasyarakatan (Q.S. al-imran: [3] 112). Dalam pandangan
Islam, manusia mempunyai dua kapasitas,
yaitu sebagai hamba (‘abid) dan sebagai representatif Tuhan (khalifah), tanpa
membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit. Sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. al-Hujurat [49]: 13, Yang artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
·
Konsep
Kesetaraan Gender dalam Kehidupan
a.
Lingkungan
Keluarga
Menurut ideologi ini, kedudukan laki-laki yang penting dalam suatu keluarga adalah sebagai seorang suami
yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Namun, banyak istri yang bekerja mencari nafkah di
luar rumah. Penghasilan istri juga berfungsi
menambah penghasilan. Istri yang bekerja mencari nafkah di luar rumah biasanya harus mendapat persetujuan terlebih
dulu dari suami. Pada umumnya hingga saat ini meskipun istri bekerja, sang
suami tetap tidak ingin bila posisi dan penghasilan yang diperoleh istri melebihi sang suami dan
penghasilan suami tetap merupakan penghasilan pokok bagi keluarga.
Di
samping istri bekerja mencari nafkah di luar rumah, tanggung jawab urusan rumah
tangga tetap ada di pihak istri sehingga dapat dibayangkan beratnya beban
yang ditanggung oleh seorang istri bila ia bekerja di luar rumah. Meskipun
perempuan sudah dapat bekerja di luar rumah, pada saat ini masih tetap tampak berlakunya konsep gender, sebagai contoh
istri yang bekerja masih harus memperhitungkan perasaan suami dengan
tidak mau meraih posisi yang lebih tinggi dari suami, sehingga sering mereka bekerja tanpa ambisi. Sering timbul dilema
bagi dirinya untuk memilih antara karier dan keluarga.
b. Lingkungan Pendidikan
Di
bidang pendidikan tampak bahwa konsep gender juga dominan. Sejak masa kanak-kanak
ada orangtua yang memberlakukan pendidikan yang berbeda berdasarkan konsep
gender. Sebagai contoh kepada anak perempuan diberi permainan boneka sedangkan laki-laki
memperoleh mobil-mobilan dan senjata sebagai permainannya. Bila
diingat bahwa pada Zaman Kartini berlaku perbedaan pendidikan bagi anak
perempuan dan laki-laki, tampaknya saat ini juga masih demikian. Sebagai
contoh, masyarakat kita masih menganggap bahwa anak perempuan lebih sesuai
memilih jurusan bahasa, pendidikan atau pendidikan rumah tangga,
sebaliknya anak laki-laki lebih sesuai untuk jurusan teknik. Perempuan dianggap
lemah di bidang matematika, sebaliknya laki-laki dianggap lemah di bidang
bahasa. Pada keluarga yang kondisi ekonominya terbatas banyak dijumpai
pendidikan lebih diutamakan bagi anak laki-laki meskipun anak perempuannya jauh
lebih pandai, keadaan ini menyebabkan lebih sedikitnya jumlah perempuan yang
berpendidikan. (Millar 1992)
c. Lingkungan Pekerjaan
Sejak kaum perempuan dapat
memperoleh pendidikan dengan baik, jumlah perempuan yang mempunyai karier
atau bekerja di luar rumah menjadi lebih banyak. Mednick (1979) berpendapat
meskipun jumlah kaum perempuan yang bekerja meningkat, tetapi jenis pekerjaan
yang diperoleh masih tetap berdasar konsep gender. Kaum perempuan lebih
banyak bekerja di bidang pelayanan jasa atau pekerjaan yang membutuhkan sedikit
keterampilan seperti di bidang administrasi, perawat atau pelayan toko dan
hanya sedikit yang menduduki jabatan manager atau pengambil keputusan (Abbott
dan Sapsford 1987). Dari segi upah, masih banyak dijumpai bahwa kaum perempuan
menerima upah lebih rendah dari laki-laki untuk jenis pekerjaan yang sama, juga
perbedaan kesempatan yang diberikan antara karyawan perempuan dan laki-laki di
mana laki-laki lebih diprioritaskan. Dari perbedaan perlakuan tersebut banyak
yang kemudian menyimpulkan, menggolongkan dan kemudian menganggap perempuan
sebagai orang yang lemah, pasif serta dependen dan menganggap laki-laki
lebih berharga. Akibatnya banyak orang lebih menghargai dan memilih mempunyai
anak laki-laki dibanding dengan anak perempuan (Mednick, 1979).
Hakekat Keadilan dan Kesetaraan
dalam Islam
Hakekat keadilan dan kesetaraan gender memang tidak bisa dilepaskan dari konteks
yang selama ini dipahami oleh masyarakat tentang peranan dan kedudukan lakilaki
dan perempuan di dalam realitas sosial mereka. Masyarakat belum memahami bahwa gender
adalah suatu konstruksi/bangunan budaya tentang peran, fungsi dan tanggung jawab
sosial antara laki-laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan
peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki
dan perempuan. Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan kurang
menguntungkan dibandingkan laki-laki. Faktor utama penyebab kesenjangan gender
adalah tata nilai sosial budaya masyarakat, pada umumnya lebih mengutamakan laki-laki
daripada perempuan (budaya patriarki). Disamping itu, penafsiran ajaran agama yang
kurang menyeluruh atau cenderung dipahami menurut teks/tulisan kurang memahami
realitas/kenyataan, cenderung dipahami secara sepotong-sepotong kurang menyeluruh.
Sementara itu, kemampuan, kemauan dan kesiapan kaum perempuan sendiri untuk
merubah keadaan tidak secara nyata dilaksanakan. Kesetaraan gender mempunyai arti
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta
hak-hak yang sama sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan seperti : politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan
dan lain sebagainya.. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi
dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Dengan
keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, dan kekerasan
terhadap perempuan maupun laki-laki. Tidak adanya diskriminasi antara perempuan
dan laki-laki menjadi tanda terwujudnya kesetaran dan keadilan gender, dengan
demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas
pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
KESIMPULAN
Al Qur’an secara umum dan dalam banyak ayatnya
telah membicarakan relasi gender, hubungan antara laki- laki dan perempuan,
hak- hak mereka dalam konsepsi yang rapi, indah dan bersifat adil. Al Qur’an
yang diturunkan sebagai petunjuk manusia, tentunya pembicaraannya tidaklah
terlalu jauh dengan keadaan dan kondisi lingkungan dan masyrakat pada waktu
itu. Seperti apa yang disebutkan di dalam Q.s. Al- Nisa, yang memandang
perempuan sebagai makhluk yang mulia dan harus di hormati, yang pada satu
waktu masyarakat Arab sangat tidak menghiraukan nasib mereka.
Pengertian gender tidak sekedar
merujuk pada perbedaan biologis semata, tetapi juga perbedaan perilaku, sifat,
dan ciri-ciri khas yang dimiliki laki-laki ataupun perempuan. Lebih jauh lagi,
istilah gender menunjuk pada peranan dan hubungan antara laki-laki dan
perempuan.
Jika perbedaan jenis kelamin
merupakan bawaan sejak lahir dan sepenuhnya kehendak Tuhan, perbedaan gender
sepenuhnya didasarkan atas kreasi atau ciptaan masyarakat. Oleh karena itu,
jenis kelamin tidak akan pernah berubah dari waktu ke waktu. Sementara gender
selalu berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Nasaruddin Umar, MA , Argumen
Kesetaraan Jender, Pespektif Al Qur’an , Jakarta : Paramidana, 1999, Cet.
I hlm 35.
Ahmed, Leila. 2000. Wanita dan Gender dalam Islam.
Jakarta : Lentera Basristama.
Fayumi, Badriyah. 2001. Keadilan dan Kesetaraan Gender.
Jakarta : Departemen Agama RI.
....................... 1994. Wanita dalam Islam. Bandung
: Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar